Pengantar Tata Kelola Teknologi Informasi

Saat ini TI tidak lagi hanya dipandang sebagai unsur pendukung proses bisnis, tetapi sudah dipandang sebagai bagian dari strategi bisnis. Pemanfaatan TI bisa menjadi salah satu kunci penghematan biaya operasi untuk transaksi-transaksi bervolume tinggi, menjadi enabler bagi inovasi layanan/produk baru bagi konsumen, atau menjadi pengintegrasi proses-proses bisnis organisasi. Pimpinan tertinggi organisasi bertanggung-jawab untuk memastikan kemanfaatan TI bagi organisasi melalui tata kelola TI, dengan memastikan bahwa TI menjadi pendukung dan pendorong strategi pencapaian tujuan organisasi.

IT governance atau tata kelola teknologi informasi (TI) merupakan subset dari corporate governance yang fokus pada pengelolaan TI di organisasi, termasuk performansi sistem TI dan manajemen risiko. Menurut Van Grembergen, tata kelola TI adalah penerapan mekanisme tata kelola: struktur peran, proses/prosedur, dan mekanisme relasional untuk memastikan bahwa TI dikelola sesuai dengan kebutuhan dan strategi organisasi.

Tujuan utama dari tata kelola TI adalah:

  1. Memastikan insvestasi bidang TI mendukung strategi bisnis, dan 
  2. Mitigasi terhadap risiko yang terkait TI dalam organisasi.

Penerapan TI dalam organisasi perlu dikontrol karena investasi bidang TI relatif sangat mahal; meliputi biaya pengadaan/implementasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan bahkan termasuk biaya untuk sistem-sistem yang tidak berhasil. Tata kelola TI juga diperlukan karena seringkali anggaran TI tersebar/terisolasi di berbagai satuan kerja organisasi. Selain itu, dampak kegagalan investasi bidang TI (risiko) berpotensi mematikan kelangsungan bisnis.

Terdapat gejala-gejala tidak terkontrolnya TI yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

  • manajemen bisnis dan manajemen TI jarang atau tidak saling berkomunikasi,
  • pimpinan unit TI tidak memahami kebutuhan bisnis,
  • pimpinan unit bisnis tidak memahami potensi inovasi berbasis TI,
  • pimpinan unit bisnis tidak memiliki rasa memiliki terhadap inisiatif TI,
  • pengelolaan TI terlalu birokratis dan lambat untuk mengakomodasi kebutuhan bisnis,
  • implementasi-implementasi TI sering gagal dalam memenuhi kebutuhan bisnis atau terlambat dalam penyelesaiannya dan melampaui anggaran yang disediakan,
  • risiko pemanfaatan TI tidak dipahami atau dikelola secara efektif sebagai bagian dari risiko bisnis,
  • kegagalan unit TI organisasi untuk mematuhi ketentuan regulator atau kontrak dengan penggunanya, dan
  • tolok ukur keberhasilan unit TI dipandang tidak ada artinya bagi unit bisnis pengguna.

Kurangnya kontrol terhadap pengelolaan TI dapat diakibatkan oleh keengganan eksekutif bisnis yang memandang bahwa TI adalah bagian terpisah dari fungsi bisnis, yaitu hanya dianggap sebagai dukungan teknis terhadap proses bisnis; atau dapat pula dianggap terlalu teknis untuk dibahas oleh level eksekutif bisnis. Perlu disadari bahwa pemanfaatan TI akan sulit berhasil tanpa adanya komitmen dari pimpinan bisnis.

Lima fokus utama dalam tata kelola TI adalah:

  1. Strategic Alignment: harmonisasi antara kemampuan TI organisasi dengan tuntutan bisnis organisasi.
  2. Value Delivery: penciptaan solusi TI yang bernilai tambah bagi organisasi.
  3. Risk Management: pengelolaan risiko penerapan TI sebagai risiko bisnis organisasi.
  4. Resource Management: pengelolaan aset TI organisasi secara tepat guna.
  5. Performance Measurement: penyempurnaan layanan melalui pengukuran kinerja layanan TI.

scope IT gov

Tata kelola TI mengontrol semua tahapan dalam siklus hidup solusi TI untuk menjaga keselarasan antara TI dengan tujuan dan strategi organisasi. Empat pertanyaan dasar dalam tata kelola TI adalah sebagai berikut:

  1. Apakah kita membangun SOLUSI TI yang benar?
  2. Apakah kita menerapkan TEKNOLOGI yang benar?
  3. Apakah kita berhasil melakukan PENGELOLAAN operasionalisasi-nya?
  4. Apakah kita mendapatkan MANFAAT dari penerapan TI?

Kinerja penerapan tata kelola TI harus diukur agar dapat senantiasa disempurnakan efektivitasnya. Tolok ukur yang digunakan antara lain:

  • kemapanan proses tata kelola dan perbandingannya dengan organisasi lain yang sejenis (maturity benchmarking),
  • dampak penerapan TI di organisasi (outcome),
  • tingkat keselarasan (alignment) antara strategi TI dengan strategi bisnis/organisasi.

***

Referensi:

1. Lecturer Slide, Pengantar Tata Kelola Teknologi Informasi, MTI UI, 2012.

2. Wikipedia, Corporate Governance of Information Technology, <http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_governance_of_information_technology>, diakses pada tanggal 9 Januari 2013.

Pemodelan Proses Bisnis

Proses bisnis dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktivitas atau pekerjaan yang terstruktur dan saling berelasi, yang bertujuan menghasilkan suatu produk atau jasa untuk pelanggan tertentu [1].

Sebuah proses membutuhkan satu atau beberapa inputan sehingga dapat menghasilkan keluaran yang bernilai bagi pelanggan. Proses bisnis juga dapat merupakan sebuah solusi dari masalah tertentu. Namun perlu diingat bahwa tidak setiap permasalahan di sebuah organisasi atau perusahaan harus diselesaikan dengan memanfaatkan teknologi tinggi.

Manajemen proses bisnis merupakan sebuah pendekatan holistik yang menyejajarkan aspek-aspek dari sebuah organisasi/perusahaan dengan kebutuhan pelanggan. Manajemen proses bisnis berupaya untuk memperbaiki proses secara terus-menerus. [2]

Manajemen proses bisnis mencakup hal-hal sebagai berikut:

  • Desain dan pemodelan proses: harus didefinisikan dengan jelas input dan output dari sebuah proses, juga akibat-akibat yang ditimbulkan dari setiap proses.
  • Integrasi: penggabungan semua fungsi atau proses di dalam sebuah organisasi ke dalam suatu gambaran proses yang lebih besar.
  • Komposit dari framework aplikasi: penggabungan berbagai framework aplikasi menjadi sebuah framework baru, sehingga dapat menghemat waktu pengembangan sebuah sistem.
  • Eksekusi menjadi aplikatif: manajemen proses bisnis harus dapat diaplikasikan, bukan sekedar konsep.
  • Memonitor aktivitas bisnis: melalui manajemen proses bisnis, sebuah organisasi dapat melakukan pengukuran terhadap performansinya, atau bahkan melakukan bench-marking.
  • Mengendalikan perubahan: manajemen proses bisnis juga berperan sebagai change management dalam sebuah organisasi.

Manajemen bisnis proses memungkinkan business manager dapat mengukur, merespon, dan mengendalikan semua aspek dan elemen yang ada dalam proses  operasional. Selain itu juga dapat membantu IT manager dalam mengalokasikan sumber daya dan keahliannya pada operasi bisnis secara langsung. Dengan adanya manajemen bisnis proses, staff perusahaan bisa saling menyesuaikan usaha dan keahliannya serta meningkatkan produktivitas serta performansinya. Dengan demikian, perusahaan akan dapat berubah dengan lebih responsif untuk mencapai tujuan.

Sebuah proses bisnis memiliki persyaratan sebagai berikut:

  • Mempunyai tujuan dan cakupan.
  • Mempunyai masukan yang spesifik.
  • Mempunyai keluaran yang spesifik.
  • Menggunakan sumber daya.
  • Mempunyai aktivitas-aktivitas yang dikerjakan berdasarkan urutan tertentu.
  • Mempengaruhi organisasi, baik sebagian maupun keseluruhan.
  • Memberi nilai tambah bagi pelanggan.

Referensi:

[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Business_process. Diakses 13 September 2012.

[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Business_process_management. Diakses 13 September 2012.

[3] Bayu Tenoyo, Pengantar Pemodelan Proses Bisnis – Lecture Notes. MTI UI, 2012.

What is Data Mining?

Data mining adalah proses meng-ekstrak atau menemukan pengetahuan dari sejumlah data yang sangat banyak disimpan dalam database, data warehouse atau repositori data lainnya. Kebanyakan orang mengartikan data mining sebagai sebuah sinonim untuk istilah lain yaitu knowldege discovery from data (KDD), sementara yang lainnya memandang data mining sebagai sebuah langkah penting dalam proses knowledge discovery. Proses penemuan knowledge discovery terdiri dari sebuah urutan langkah sebagai berikut:

  1. Data cleaning (menghilangkan noise dan data yang tidak konsisten);
  2. Data integration (menggabungkan data dari beberapa sumber data);
  3. Data selection (mengambil dari database, data yang relevan terhadap proses data mining);
  4. Data transformation (mengubah bentuk data menjadi format yang sesuai untuk proses data mining);
  5. Data mining (proses penting yang mengaplikasikan metode cerdas untuk meng-ekstrak pola data);
  6. Pattern evaluation (mengidentifikasi pola yang benar-benar merepresentasikan pengetahuan/knowledge berdasarkan pengukuran tertentu);
  7. Knowledge presentation (melakukan visualisasi dan representasi pengetahuan).

Langkah 1 sampai dengan 4 merupakan bentuk lain dari data preprocessing, yaitu mempersiapkan data untuk proses data mining. Pola yang menarik akan berguna untuk user dan disimpan sebagai pengetahuan baru dalam knowledge base. Dalam proses knowledge discovery, data mining merupakan proses esensial yang menemukan pola tersembunyi untuk dievaluasi.

Pada umumnya, arsitektur sistem data mining terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

  1. Database, data warehouse, World Wide Web, atau repositori informasi lainnya.
  2. Database server atau data warehouse server yang bertanggung-jawab untuk mengambil data yang relevan berdasarkan permintaan user.
  3. Knowledge base merupakan domain pengetahuan yang digunakan untuk menuntun pencarian atau evaluasi pola yang dihasilkan. Pengetahuan dapat meliputi concept hierarchies, user belief, metadata atau threshold tertentu.
  4. Data mining engine. Hal ini adalah bagian esensial yang idealnya terdiri atas sekumpulan modul fungsional untuk tugas-tugas seperti characterization, association and correlation analysis, classification, prediction, cluster analysis, outlier analysis, dan evolution analysis.
  5. Pattern evaluation module pada umumnya mengukur seberapa menariknya pola-pola dengan berinteraksi dengan modul-modul data mining.
  6. User interface. Modul ini menjalin komunikasi antara users dengan sistem data mining dengan mengijinkan user berinteraksi dengan sistem dengan memberikan sabuah data mining query atau task, serta menyediakan informasi untuk membantu pencarian. Komponen ini juga mengijinkan user mencari skema database atau data warehouse, struktur data, meng-evaluasi pola, dan membuat visualisasi pola.

Dari presprektif data warehouse, data mining dapat dipandang sebagai sebuah tingkat lanjut dari on-line analytical processing (OLAP). Data mining sebenarnya memiliki cakupan jauh lebih dalam daripada proses analisis sebuah sistem data warehouse, yaitu dengan dilibatkannya teknik lanjut untuk analisis data.

Walaupun terdapat banyak “sistem data mining” di pasaran, tidak semuanya dapat melakukan proses data mining yang sebenarnya.  Sebuah sistem analisis data yang tidak menangani jumlah data yang sangat banyak lebih cocok dikategorikan sebagai sebuah sistem machine learning, kakas analisis data statistik, atau sebuah prototipe sistem eksperimental. Sebuah sistem yang hanya dapat menampilkan data atau information retrieval, termasuk menemukan nilai agregat, menampilkan query answering pada database besar lebih cocok dikategorikan menjadi sebuah sistem database, sistem information retrieval, atau sistem database deduktif.

Data mining melibatkan integrasi teknik-teknik dari beberapa disiplin seperti teknologi database dan data warehouse, statistika, machine learning, high-performace computing, pattern recognition, neural networks, data visualization, information retrieval, image and signal processing, dan spatial atau temporal data analysis.

Sumber : 2nd edition – Data Mining Concepts and Techniques – Jiawei Han and Micheline Kamber